Detail Artikel
Pengawasan Internal Pemerintah di Indonesia

Sejarah keberadaan unit pengawasan internal di Indonesia sudah dimulai sejak era VOC (1608 – 1800) dan Pemerintahan Hindia Belanda (1800 – 1939), dengan adanya Algemene Rakenkamer et Indie (Dewan Pengawas Keuangan) yang melakukan pemeriksaan ketaatan terhadap pengelolaan keuangan Negara yang dikelola Pemerintah Hindia Belanda (Balk, Van Dijk, dan Kortlag diterjemahkan oleh Gaastra, Niemeijer, dan Koenders, 2007). Selain itu, Regering Accountantdist (1936) di bawah Pemerintahan Hindia Belanda merupakan unit kerja yang bertanggung jawab terhadap pembinaan dan melakukan pemeriksaan atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki Pemerintah Hindia Belanda pada saat itu (Bijblad No 13731, 1936). Pasca kemerdekaan Indonesia, Algemene Rakenkamer berubah menjadi Badan Pemeriksa Keuangan (Surat Penetapan Pemerintah no 11/OEOM, 1946), dan Regering Accountantdist berubah menjadi Kantor Djawatan Akuntan dengan fungsi yang sama sebagaimana pada era Pemerintahan Hindia Belanda. Bentuk pengawasan internal mulai berkembang pada tahun 1968 ketika Kantor Djawatan Akuntan Negara yang berubah menjadi Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) melakukan audit keuangan (opini) terhadap BUMN.

Pada Tahun 1983, DJPKN bertranformasi menjadi BPKP melalui Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983 dan bertanggungjawab terhadap pengembangan berbagai jenis kegiatan pengawasan pada sektor Pemerintahan antara lain pemeriksaan operasional dan pemeriksaan khusus, pemeriksaan aspek strategis dan pemeriksaan komprehensif (1996). Adapun pasca reformasi 1998, terjadi perubahan signifikan dalam pengawasan keuangan negara. Reformasi yang terjadi di berbagai bidang ini memberi garis pemisahan yang semakin jelas antara peran pengawas eksternal pemerintah dan pengawas internal pemerintah. Peran Pengawas eksternal dilaksanakan secara mutlak oleh BPK RI, sedangkan peran pengawas internal dijalankan oleh BPKP, Inspektorat Kementerian/Lembaga, dan Inspektorat Provinsi/Kota/Kabupaten yang memiliki keterkaitan hubungan kerja antara unit kerja pengawasan internal pemerintah yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008.

  1. BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu yang meliputi: a) kegiatan yang bersifat lintas sektoral; b) kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara; dan dan c) kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. 
  2. Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian negara/lembaga yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
  3. Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah provinsi yang didanai denga Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi. Sedangkan Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota (PP 60, 2008).

Namun demikian, meskipun adanya perbedaan ruang lingkup pengawasan tersebut, BPKP beserta APIP lainnya sama-sama menjalankan fungsi pengawasan internal melalui lima jenis pengawasan (2008), yaitu Audit, Reviu, Evaluasi, Pemantauan dan Pengawasan Lainnya. Hanya saja, selain memberikan konsultansi atas penguatan kualitas tata kelola, manajemen risiko, dan sistem pengendalian intern, BPKP memperoleh mandat lebih dalam hal pembinaan dan peran konsultansi untuk mengarahkan K/L/D mempedomani standar dalam penerapan Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) disamping BPKP juga melakukan pembinaan terhadap penguatan tingkat kapabilitas APIP di seluruh Indonesia.